Selasa, 25 Maret 2014

Menjadi Seperti …!!!

Saya sedang menyapu halaman rumah suatu sore ketika tiba-tiba sebuah pemikiran - yang saya tidak tahu dari mana asalnya – memenuhi pikiran saya. “ Mengapa orang lain begitu mudahnya memulai suatu usaha sedangkan saya harus melewati berbagai hal yang sulit terlebih dulu?” Begitulah suara itu berbisik. Semakin aku memikirkannya semakin lantang suara itu. “ Coba lihat temanmu yang satu itu, tidak pernah melakukan suatu hal dengan baik tetapi sekarang dia malah lebih berhasil darimu.” Kata suara itu. “Coba kau perhatikan si anu, tak perlu bersusah payah, keberuntungan mendekati dirinya. Lihatlah si brengsek yang di sana, tak pernah menganggap orang lain berharga tapi toh hidupnya begitu mapan, berlimpah-limpah, apa pun yang dia inginkan semuanya terpenuhi. Dia punya ini, itu, pokoknya kau sebutkan saja. Apa yang tidak ada padanya?” Ia mulai jadi cerewet. Akhirnya, ia mengeluarkan senjata pamungkasnya, “ Sedangkan kamu? Jadi orang jujur, dipersulit. Sudah bekerja keras, tidak dihargai. Kau punya ide-ide yang brilliant, huuh…dianggap sinting. Apa masih mau bertahan dengan semuanya ini? Mungkin saja ‘kan DIA sudah menipumu!”
            Rasa sesak memenuhi dadaku. Amarah mulai menumpuk di kepalaku. Saya mulai mengayunkan sapu yang ku pegang dengan tenaga yang lebih dari seharusnya. Saya merasa tidak berarti dan merasa lelah. “ Lepaskan saja apa yang sudah kau lakukan selama ini. Mengapa tidak jadi seperti mereka saja?” Suara itu terus membuatku merasa terpuruk dan hancur. Kemudian, sesaat saya ingin mengasihani diri sendiri, tiba-tiba suara yang lain, lebih lembut dari suara yang pertama, membisikkan kalimat yang sudah pernah saya dengar sebelumnya, “dan kamu akan menjadi seperti Allah,” Mataku terbuka dan menjadi sadar sepenuhnya. Ya, tentu saja! Suara yang pertama itu bukanlah pikiranku sendiri, tetapi pikiran-pikiran yang sengaja diarahkan musuh padaku. Suara pertama itu menggunakan cara yang sama dengan cara yang pernah ia gunakan pada awal kehidupan. Ia sedang mengarahkanku untuk menjadi seperti orang lain, bukan menjadi sebagaimana diriku diciptakan. Lihatlah pada apa yang dilakukannya terhadap Hawa.
“Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?" Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati." Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat." Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya. Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.” Kejadian 3: 1-7
            Ular berkata pada Hawa bahwa jika ia memakan buah yang dilarang Allah, maka ia akan menjadi seperti Allah. Inilah yang suara pertama itu ingin sampaikan pada saya, bahwa saya seharusnya menjadi orang lain bukan menjadi diriku sendiri. Biarkan saya menjelaskannya. Allah tidak pernah bermaksud menciptakan manusia untuk menggantikan-Nya. Manusia adalah manusia dan Allah adalah Allah. Manusia tidak akan pernah menjadi seperti Allah yang Mahakuasa, Mahakudus, Mahahadir, dan Mahatahu.
            Allah menginginkan supaya apa yang akan manusia ketahui nantinya adalah berasal daripada-Nya. Allah menginginkan supaya manusia dapat bersekutu dengan-Nya supaya demikian manusia dapat menjadi makhluk sebagaimana mereka dimaksudkan – segambar dan serupa dengan-Nya. Itu tidak pernah dimaksudkan bahwa manusia akan benar-benar menjadi Allah sebagaimana yang dikatakan oleh si Ular. Manusia tidak akan pernah benar-benar menjadi mahatahu karena manusia tidak dapat melihat masa depan. Manusia tidak akan pernah menjadi mahakudus karena dengan ketidak-mahatahuannya manusia pasti akan berbuat kesalahan. Manusia tidak akan pernah menjadi mahakuasa karena mereka adalah ciptaan bukan pencipta. Dan manusia tidak akan pernah menjadi mahahadir karena mereka dibatasi dengan dimensi waktu.
            Hasrat untuk menjadi seperti orang lain ternyata bukan hanya terjadi pada dunia modern. Tetapi sudah ada sejak awal mula kehidupan di bumi ini. Mari kita perhatikan apa yang dilakukan Hawa.
“Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.” Ayat 6.
Hawa ingin menjadi seperti Allah. Ia menginginkan apa yang dimiliki Allah – pengertian. Terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menuliskannya dengan tepat, “Dan ia berpikir alangkah baiknya jika dia menjadi arif.Hawa ingin menjadi arif atau bijaksana bukan karena Allah yang mengajarkannya hal apa yang akan menjadikannya bijaksana dan hal apa yang tidak. Tetapi ia ingin menjadi arif semata-mata dari dirinya sendiri. Dengan kata lain, hawa mengingini kebijaksanaan tersebut datang dari dirinya sendiri dan bagi dirinya sendiri. Allah disingkirkan sama sekali dari kehidupannya. Hawa membandingkan apa yang tidak dimilikinya dan apa yang dimiliki Allah. Jadi ia mengambil kesimpulan bahwa Allah telah menipunya, dan Allah begitu jahat karena tidak memberikan kebijaksanaan itu kepadanya. Yang terjadi selanjutnya adalah penghukuman Allah karena manusia telah melanggar perintah-Nya.
Jadi, inilah pesannya: Menjadi orang lain dan bukan diri sendiri adalah pelanggaran terhadap ketetapan Allah. Mengapa begitu? Izinkan saya menjelaskannya. Kita diciptakan Allah secara khusus dan unik. Ia memilih Ayah dan Ibu kita untuk menghasilkan kombinasi gen yang akan membuat kita memiliki kepribadian, temperamen, dan bentuk jasmani yang seperti kita miliki saat ini. Jika Allah memilih untuk membuat rupa kita seperti Bratt Pitt, Ia akan melakukannya. Jika Ia ingin kita memiliki talenta seperti Pasha Ungu, Ia akan memberikannya. Tetapi jika faktanya sekarang ini anda dan saya tidak memiliki itu semua, itu bukan karena Allah terlalu pelit atau jahat. Tetapi justru karena Ia memandang hal itu baik di mata-Nya. Itu berarti kita memiliki bakat, karunia, dan banyak hal lainnya yang tidak dimiliki Brat Pitt maupun Pasha.
Berusaha menjadi seperti orang lain hanya akan membuat kita tidak memperhatikan potensi-potensi yang ada pada diri kita. Kita akan membuang energi dan emosi kita hanya untuk menjadi fotocopy orang lain. Kita akan cenderung menganggap rendah diri kita dan melebihkan kemampuan orang lain. Dan yang terburuk, kita tidak akan pernah menjadi diri kita yang sebenarnya sebagaimana Allah menciptakan kita. Dan itu adalah dosa.
Allah memiliki rencana yang khusus dalam hidup kita dan hanya kita yang dapat memenuhinya. Seperti yang pernah dikatakan Joel Osteen, “ Tidak dibutuhkan persetujuan orang lain supaya impian-impian kita terwujud.” Dan ia memang benar. Tidak semua orang akan setuju dengan apa yang kita impikan, tetapi yakinlah bahwa kita memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan untuk membuat mimpi kita terwujud. Kita memiliki talenta, bakat, karunia, dan sumber daya yang tidak dimiliki orang lain. Kita tidak harus sama dengan mereka karena kita benar-benar diciptakan hanya untuk menjadi diri kita sendiri.
Bukankah hal ini membawa kelegaan dalam hati kita yang galau? Kita tidak perlu harus merasa terpaksa menjalani kehidupan orang lain. Jangan salah mengerti maksud saya. Belajar dari orang lain tentang hal-hal yang baik adalah perlu dan sangat bermanfaat bagi kehidupan kita nantinya. Tetapi kita tidak diharuskan untuk benar-benar meniru cara kerja mereka, memiliki bakat mereka, berbicara dengan gaya mereka, atau memiliki gaya hidup seperti mereka. Intinya, benar-benar menjadi copy-an diri mereka. Hal itu benar-benar melelahkan dan membuang-buang energi.
Saya pernah membaca suatu kutipan yang berbunyi seperti ini, “Jika kita adalah fotocopy orang lain, kita akan menjadi yang terbaik tetapi selalu nomor dua.” Itu berarti kita tidak pernah akan benar-benar mengalami berkat yang disediakan pencipta bagi kita. Kita akan selalu hidup dalam bayang-bayang orang lain.
Jadi saudaraku, jika saat ini anda mengalami apa yang saya alami, ada suara-suara yang mengatakan bahwa kita tidak layak, kita tidak akan berhasil, kita tidak memiliki apapun untuk berhasil, jangan percaya! Itu perkataan Setan. Seperti yang dilakukannya terhadap Hawa, itu juga yang dilakukannya terhadap anda dan saya. Setan akan berupaya supaya kita berfokus pada orang lain sehingga kita lupa dengan diri kita sendiri. Dia akan membuat kita melihat kemampuan orang lain dan membandingkannya dengan apa yang tidak kita miliki, bukan apa yang kita miliki.
Sahabat-sahabatku yang baik hatinya, eh…kok malah jadi kayak om Mario Teguh ya? Hahahahahahahaha…….Setan akan selalu menipu kita karena ia tidak ingin kita berhasil. Jika ia berkata, “Kamu tidak akan pernah berhasil!” Jangan percaya! Tetapi percayalah pada apa yang dikatakan Allah, “ Kamu lebih dari pemenang.” Jika Setan berkata, “Kau tidak ada apa-apanya!” Ingatlah apa yang di katakan Allah, “ Jika Aku dipihakmu, siapa yang dapat melawanmu?” Dan, kalau ia berang dan berkata, “Aku akan mengambil nyawamu!” Berpalinglah pada Allah dan dengarkan apa yang Ia katakan, “Tidak ada yang dapat memisahkanmu dari kasih-Ku.” Sebelum Setan lebih cerewet lagi, katakanlah dengan penuh keberanian, “Enyahlah Setan!” maka ia akan lari daripadamu.
Well, sore itu ketika saya menyadari akan kebenaran ini saya berkata, “ Jiwaku, mengapa kau mendengarkannya? Dia berusaha menipumu tetapi Allah datang menolongmu. Ia ingin engkau berkecil hati dan kehilangan semangat juangmu. Tetapi percayalah, itu semua omong kosong. Aku akan berhasil karena Allah ada bersamaku. Aku bisa hidup benar karena Kebenaran ada di dalamku. Dan yang lebih penting, aku memiliki segalanya di dalam Kristus Yesus. Ajaib memang, suara itu tidak lagi memiliki kuasa atas pikiran-pikiranku. Sebelumnya terasa sesak, tetapi sekarang lega dan terbebas.

Tetapi anda dan saya harus tetap waspada. Kemungkinan suara itu akan datang lagi. Tetapi kita sudah tahu cara kerjanya – kata-kata yang menipu. Dan jika ia datang, tenanglah, pasti caranya telah dijelaskan dalam Alkitab –panduan hidup kita – dan pilihlah Suara Kebenaran itu daripada kebohongan yang dilontarkannya. Ahh…jadi ingat kalimat dalam lagunya Casting Crown, “I will choose to listen and believe the voice of Truth.”

Rabu, 02 Oktober 2013

Di manakah Allah saat aku membutuhkan pertolongan-Nya?


Sabtu, 21 September 2013
            Hari ini aku mendapat pelajaran berharga dari sebuah kecelakaan kecil yang membawa aku ke dalam pengertian yang baru akan hubungan pribadiku dengan Yesus Kristus. Jam menunjukkan pukul 22:40 saat aku melihat ke arah jam dinding yang ada di ruang makan. Aku waktu itu berniat mengambil air minum sebelum  pergi tidur. Aku mengambil gelas kemudian mengangkat ceret untuk menuangkan air ke gelas. Ternyata ceretnya sudah kosong jadi aku ke ruang nonton untuk mengambil air yang ada dalan gallon aqua, tempat di mana mama sering menaruhnya.
            Aku kemudian membuka tutupnya dan menuangkan air ke dalam gelas. Aku tidak sempat memperhatikan bahwa gallon aqua tersebut ternyata begitu dekat dengan pinggiran meja. Jadi saat gallon dalam keadaan miring, gallon tersebut meluncur dengan cepat ke bawah karena kehilangan keseimbangannya. Tersentak dengan situasi tersebut, secara refleks aku memegang leher galonnya dan menarik sekuat tenaga supaya gallon tidak jatuh ke lantai dan pecah.
            Tetapi yang terjadi selanjutnya justru tidak saya perhitungkan. Lantai papan yang mulai rapuh menjadi bengkok akibat menahan berat badanku dan memang saat itu aku sedang memusatkan seluruh keseimbanganku pada kedua kakiku. Papan semakin bengkok sedangkan gallon air itu terus meluncur ke bawah sehingga pikiranku menjadi terpecah antara menahan berat gallon atau menyelamatkan diriku dari cedera. Akupun memutuskan untuk menyelamatkan diri dari cedera dan sedikit meregangkan peganganku pada leher gallon tersebut.
            Setelah gallon air mendarat di lantai, aku mulai merasakan sakit di ketiak tangan kanan akibat menahan berat gallon tersebut. Beberapa saat pikiranku mulai tenang dan melihat kembali keadaan itu dalam gambaran mentalku. Aku mulai merasa heran dengan kejadian tersebut dan mulai muncul pertanyaan dalam pikiranku, “Mengapa mama tidak menolongku pada saat itu? Dia tepat berada di sampingku. Pada saat aku mulai kehilangan keseimbangan dia dapat memelukku supaya aku tidak jatuh. Tapi itu tidak dilakukannya.”
            Aku mengurungkan niat untuk menanyakannya kepada mama. Tepat di saat aku mengurungkan niat untuk menanyakan mengapa dia tidak menolongku, muncul suatu jawaban yang menggambarkan dengan jelas keadaan tersebut. Adalah lebih baik dia tidak menolongku, dengan demikian tidak ada yang terluka. Tetapi jika dia berusaha menolongku, kami berdua akan terluka dengan cukup parah. Mengapa?
            Lantai papan yang menjadi tumpuan kaki kami mulai rapuh dan lapuk sehingga tidak cukup untuk menahan berat badanku dan berat gallon air itu. Jika saat itu mama berusaha menolongku, justru yang akan terjadi adalah lantai papan itu akan segera ambruk karena beban yang terlalu berat baginya dan kemungkinan terburuknya yaitu kami berdua akan terperosok dalam lantai itu sehingga menyebabkan kami terluka, mungkin patah tulang kaki karena jarak lantai papan dan tanah kira-kira 45 centimeter.
            Kecelakaan kecil ini mengajarkan aku bahwa tindakan “tidak peduli” dari seseorang tidak selalu menjelaskan bahwa ia tidak memperhatikan kita atau tidak mengasihi kita sebagaimana yang kita harapkan. Sebaliknya, oleh karena ia begitu mengasihi kita dan ia berada tepat dalam situasi yang memungkinkannya melihat situasi kehidupan kita secara lebih luas, ia memilih untuk “membiarkan” kita merasakan sakitnya jatuh. Bukan untuk menyakiti kita tetapi untuk menolongkan kita agar tetap hidup.
            Bukankah hal seperti ini sering terjadi dalam kehidupan kita bersama dengan Allah? Kita mengalami hal-hal buruk yang menyakiti hati kita dan kita mulai mempertanyakan Allah dengan tindakan-Nya? Kita menolong orang yang sedang kesulitan dan orang itu tidak berterima kasih dan malah memfitnah kita? Anda sudah melakukan hal-hal benar dan yang terjadi pada Anda hanyalah penderitaan belaka? Hal-hal ini dapat membuat kita bertanya, “Mengapa Engkau membiarkan hal ini terjadi, Ya Tuhan?” “Apa yang sedang Engkau perbuat saat aku menderita?” “Di manakah Allah saat aku membutuhkan pertolongan-Nya?”
            Pertanyaan-pertanyaan kita tersebut justru menunjukkan kepada kita betapa terbatasnya kita dalam melihat gambaran besar situasi kehidupan kita. Kita hanya melihat situasi kecil yang sedang kita alami tapi tidak melihat dari sudut pandang Allah yang tentunya lebih mengetahui keadaan itu secara menyeluruh. Allah seringkali membiarkan atau mengizinkan kita mengalami hal-hal buruk bukan supaya kita menderita atau secara pribadi Ia senang melihat kita kesusahan. Tetapi oleh karena kasih dan kebijaksanaan-Nya yang besar, Ia membiarkan hal-hal tersebut terjadi dalam kehidupan kita supaya untuk menolong kita dari kecelakaan, menyelamatkan kita dari kematian dan bencana, dan terlebih untuk menunjukkan kepada kita bahwa pijakan yang kita pakai tidak sekuat yang kita pikirkan.
            Pijakan di mana kaki kita bertumpu bisa dalam berbagai bentuk. Mungkin itu dapat berupa kekayaan, kepandaian, status sosial, atau harga diri dan masih banyak lagi bentuknya. Allah tahu itu begitu rapuh sehingga tidak dapat  menopang kehidupan kita. Seperti yang ibuku lakukan, Allah membiarkan kita jatuh supaya kita tidak mengalami luka yang lebih parah. Tindakan “Pembiaran” dari Allah adalah bentuk pertolongan-Nya bagi kita karena Ia tahu saat seperti itu adalah yang paling tepat untuk bertindak demikan.
            Saat mengetahui bahwa mama tidak menolongku adalah tindakan yang terbaik yang dapat ia lakukan supaya aku tidak terluka, pertanyaan mengapa ia tidak menolongku menjadi tidak berarti lagi tetapi justru membuat aku lebih mengerti, mengasihi, dan mengagumi pribadinya karena dapat mengambil keputusan yang tepat saat sulit sekalipun. Dan apakah Anda berpikir bahwa Allah yang mahatahu, mahakuat, dan mahahadir tidak dapat melakukan hal yang sama bagi anak-anak-Nya? Tidak saudaraku, Ia bahkan dapat melakukan hal yang jauh lebih baik dari itu.
            Demikian halnya jika kita menyadari bahwa kita terbatas untuk melihat seluruh jalan kehidupan kita dan hanya Allah yang berada tepat dalam kondisi yang bisa melihat segalanya dalam perspektif yang lebih luas, kita dapat sepenuhnya mempercayai Allah dalam setiap tindakan-Nya bagi kita meski dalam hal paling sulit sekalipun. Karena itu Allah berkata,
“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” Yesaya 55: 8-9, TB.
            Dan lagi Allah berjanji,
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” Yeremia 29:11, TB.
Rencana Allah semata-mata adalah damai sejahtera bagi kita. Rencana Allah semata-mata untuk hari depan kita yang penuh dengan pengharapan. Rancangan Allah semata-mata untuk menyelamatkan kita dari kecelakaan. Masihkah kita ragu dengan apa yang dilakukan-Nya bagi kita?
Saudaraku, marilah! Aku, kamu, dan kita semua jika dalam menghadapi masa-masa sulit, janganlah terburu-buru bertanya kepada Allah, “Mengapa semua ini terjadi padaku?” Tetapi marilah kita bertanya, “Apa yang Engkau ajarkan dari peristiwa ini? Biarlah itu membawaku semakin dekat kepada-Mu!” Jika masih terasa sulit untuk memahami maksud Allah, biarlah hatimu mengucap syukur terlebih dahulu, “Ya Allahku, terima kasih untuk kebaikan-Mu.Di dalam nama Yesus Kristus juruselamatku!” Dan biarkanlah perspektif Allah memenuhi  pengertianmu dalam waktu-Nya yang selalu tepat. Amin.

Kamis, 30 Agustus 2012

Wanita Bijak


Wanita Bijak
Menurut Amsal 31:10-31
Oleh: Tonny T. Slameto, S.Pd

Bagi para lelaki sangatlah penting menentukan kriteria atau tipe wanita yang diinginkannya. Mulai dari penampilan secara fisik, harus cantik dan seksi, tetapi secara bersamaan mereka menginginkan wanita yang setia, cakap, dan bijak. Tetapi apakah wanita seperti itu memang ada? Dan, apakah kriteria yang mereka tentukan sudah benar? Pertanyaan ini sering muncul di benak para pria. Saya berharap kiranya tulisan saya ini dapat membantu kita para pria untuk memikirkan kembali kriteria yang kita inginkan dari seorang wanita, dan belajar melihat hal-hal esensi yang benar-benar kita harapkan dari seorang wanita.
          Menurut ibu seorang Raja, yaitu Lemuel, ada 16 kriteria (wooowww…lumayan banyak ^_^) yang harus diperhatikan para pria ketika melihat calon wanita yang akan mendampingi mereka. Berikut cirri-cirinya:
1.     Lebih berharga dari permata (Ayat 10).
2.    Dapat dipercaya (Ayat 11-12).
3.    Rajin (Ayat 13-15a).
4.    Berjiwa pemimpin (Ayat 15b).
5.    Berinisiatif (Ayat 16-19)
6.    Mengasihi sesama (Ayat 20).
7.    Melindungi keluarga (Ayat 21).
8.    Tahu merawat diri (Ayat 22).
9.    Suaminya dihormati (Ayat 23).
10. Rela berkorban (Ayat 24).
11.  Terhormat dan penuh perencanaan (Ayat 25).
12. Berhikmat dan lemah lembut (Ayat 26).
13. Bertanggungjawab dan tidak malas (Ayat 27).
14. Dikasihi anak-anak dan suami (Ayat 28-29).
15. Yang Paling PENTING, Takut akan TUHAN (Ayat 30).
16. Dikenal orang bersikap baik dan terpuji (Ayat 31).
Apakah semua ciri-ciri ini harus ada semuanya terlebih dahulu baru kita bisa meyakini bahwa seorang wanita benar-benar bijak? Karakter tidak tumbuh begitu saja, tentu ada proses yang harus dilewati terlebih dahulu barulah kita dapat melihat. Jika wanita yang anda impikan memiliki beberapa dari kriteria ini, tentu itu adalah awal yang sangat baik. Dan yang terpenting adalah wanita yang kita inginkan HARUS benar-benar takut akan Allah.
Jika anda yang membaca tulisan ini adalah seorang wanita, ambilah kesempatan ini untuk mengevaluasi apakah anda memiliki ciri-ciri ini? Sungguh, ini adalah tipe wanita yang diinginkan oleh para pria. Tidak ada pria yang akan menolak jika diberikan wanita seperti ini. Tetapi jangan juga berkecil hati jika ada beberapa kriteria di atas belum anda miliki. Itu semua dapat anda pelajari. Kuncinya ada pada Anda. Apakah Anda akan memilih untuk menjadi wanita seperti itu atau tidak.
Dari kriteria yang ditulis tersebut, dapat kita pelajari tiga hal penting yang berhubungan erat:
1.  Kasih kepada Allah
Wanita yang mengasihi Allah (ayat 30) akan  akan mengetahui dirinya berharga (ayat 10), terhormat (ayat 25), dan dapat melakukan hal-hal yang baik (berkarakter; ayat 11-19, 22,24,26,27).
2.    Mengasihi sesama
Wanita yang mengenal Allah akan memiliki kasih Allah dalam hatinya dan terdorong untuk mempraktekkannya (ayat 20). Dengan demikian, wanita seperti ini akan dikenal baik dan dihormati masyarakat (ayat 31). Dan karena sikapnya itu, suaminya pun dihormati dalam masyarakat (ayat 23).
3.  Mengasihi suami dan anak-anak
Jika seorang wanita dapat mengasihi Allah dan sesamanya, bukanlah beban baginya untuk mengasihi suami dan anak-anaknya (ayat 21). Bahkan ia akan melakukan semuanya dengan sukacita, segenap hati, penuh dedikasi, dan pengorbanan. Karena itu, balasan baginya adalah ia dikasihi anak-anak dan suaminya (ayat 28-29).

Pesan
Untuk wanita:   Milikilah Allah dalam Yesus Kristus sebagai penolongmu, dan Ia akan mengaruniakan karakter-karakter ini kepada Anda. Tugas Anda hanyalah taat pada-Nya. Menjadi wanita yang bijak bukanlah hal yang mustahil, walaupun sulit anda dapat mempelajarinya. Dan para lelaki tentunya akan senang jika kami mengetahui anda sedang berusaha untuk menjadi wanita yang bijaksana.

Untuk pria:       Mungkin anda akan protes kepada saya karena mengesampingkan kecantikan fisik. Tetapi itu bukanlah maksud saya. Kecantikan fisik sangat penting, tetapi kita perlu membayangkan apakah 60 tahun ke depan wanita yang kita pilih akan tetap seperti itu wujudnya? Tentu tidak bukan. Jika kita berharap bahwa ia akan tetap seperti itu, kita menuntut dia hal yang mustahil dan tidak realistis, dan tentu tidak adil baginya. Kecantikan dapat memudar seiring waktu berjalan, tetapi karakter semakin lama semakin terasah lagipula itu yang akan bertahan paling lama.
                        Marilah kita bantu para wanita pribadi yang benar-benar kita impikan, yaitu: BIJAKSANA. Saya yakin bahwa tidak ada pria yang akan menolak wanita bijak.
                              Semoga demikian…!!!