Saya sedang menyapu
halaman rumah suatu sore ketika tiba-tiba sebuah pemikiran - yang saya tidak
tahu dari mana asalnya – memenuhi pikiran saya. “ Mengapa orang lain begitu
mudahnya memulai suatu usaha sedangkan saya harus melewati berbagai hal yang
sulit terlebih dulu?” Begitulah suara itu berbisik. Semakin aku memikirkannya
semakin lantang suara itu. “ Coba lihat temanmu yang satu itu, tidak pernah
melakukan suatu hal dengan baik tetapi sekarang dia malah lebih berhasil
darimu.” Kata suara itu. “Coba kau perhatikan si anu, tak perlu bersusah payah,
keberuntungan mendekati dirinya. Lihatlah si brengsek yang di sana, tak pernah
menganggap orang lain berharga tapi toh hidupnya begitu mapan,
berlimpah-limpah, apa pun yang dia inginkan semuanya terpenuhi. Dia punya ini,
itu, pokoknya kau sebutkan saja. Apa yang tidak ada padanya?” Ia mulai jadi
cerewet. Akhirnya, ia mengeluarkan senjata pamungkasnya, “ Sedangkan kamu? Jadi
orang jujur, dipersulit. Sudah bekerja keras, tidak dihargai. Kau punya ide-ide
yang brilliant, huuh…dianggap sinting. Apa masih mau bertahan dengan semuanya ini?
Mungkin saja ‘kan DIA sudah menipumu!”
Rasa sesak memenuhi dadaku. Amarah
mulai menumpuk di kepalaku. Saya mulai mengayunkan sapu yang ku pegang dengan
tenaga yang lebih dari seharusnya. Saya merasa tidak berarti dan merasa lelah. “ Lepaskan saja
apa yang sudah kau lakukan selama ini. Mengapa tidak jadi seperti mereka saja?”
Suara itu terus membuatku merasa terpuruk dan hancur.
Kemudian, sesaat saya ingin mengasihani diri sendiri, tiba-tiba
suara yang lain, lebih lembut dari suara yang pertama, membisikkan kalimat yang
sudah pernah saya dengar sebelumnya, “dan kamu akan menjadi seperti Allah,”
Mataku terbuka dan menjadi sadar sepenuhnya. Ya, tentu saja!
Suara yang pertama itu bukanlah pikiranku sendiri, tetapi
pikiran-pikiran yang sengaja diarahkan musuh padaku. Suara pertama itu
menggunakan cara yang sama dengan cara yang pernah ia gunakan pada awal
kehidupan. Ia sedang mengarahkanku untuk menjadi seperti orang lain, bukan
menjadi sebagaimana diriku diciptakan. Lihatlah pada apa yang dilakukannya
terhadap Hawa.
“Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang
dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu:
"Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan
buahnya, bukan?" Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah
pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang
ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah
itu, nanti kamu mati." Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu:
"Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada
waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah,
tahu tentang yang baik dan yang jahat." Perempuan itu melihat, bahwa buah
pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik
hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya
dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan
suaminyapun memakannya. Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu,
bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.”
Kejadian 3: 1-7
Ular berkata pada Hawa bahwa jika ia memakan buah yang
dilarang Allah, maka ia akan menjadi
seperti Allah. Inilah yang suara pertama itu ingin sampaikan pada saya,
bahwa saya seharusnya menjadi orang lain bukan menjadi diriku sendiri. Biarkan
saya menjelaskannya. Allah tidak pernah bermaksud menciptakan manusia untuk
menggantikan-Nya. Manusia adalah manusia dan Allah adalah Allah. Manusia tidak
akan pernah menjadi seperti Allah yang Mahakuasa, Mahakudus, Mahahadir, dan
Mahatahu.
Allah menginginkan supaya apa yang
akan manusia ketahui nantinya adalah berasal daripada-Nya. Allah menginginkan
supaya manusia dapat bersekutu dengan-Nya supaya demikian manusia dapat menjadi
makhluk sebagaimana mereka dimaksudkan – segambar
dan serupa dengan-Nya. Itu tidak pernah dimaksudkan bahwa manusia akan
benar-benar menjadi Allah sebagaimana yang dikatakan oleh si Ular. Manusia
tidak akan pernah benar-benar menjadi mahatahu karena manusia tidak dapat
melihat masa depan. Manusia tidak akan pernah menjadi mahakudus karena dengan
ketidak-mahatahuannya manusia pasti akan berbuat kesalahan. Manusia tidak akan
pernah menjadi mahakuasa karena mereka adalah ciptaan bukan pencipta. Dan
manusia tidak akan pernah menjadi mahahadir karena mereka dibatasi dengan
dimensi waktu.
Hasrat untuk menjadi seperti orang lain ternyata bukan
hanya terjadi pada dunia modern. Tetapi sudah ada sejak awal mula kehidupan di
bumi ini. Mari kita perhatikan apa yang dilakukan Hawa.
“Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap
kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu
ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya
yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.” Ayat 6.
Hawa ingin menjadi seperti Allah. Ia menginginkan apa yang dimiliki Allah –
pengertian. Terjemahan Bahasa
Indonesia Sehari-hari (BIS) menuliskannya dengan tepat, “Dan ia berpikir
alangkah baiknya jika dia menjadi arif.” Hawa ingin menjadi arif atau bijaksana bukan karena Allah
yang mengajarkannya hal apa yang akan menjadikannya bijaksana dan hal apa yang tidak. Tetapi ia ingin menjadi
arif semata-mata dari dirinya sendiri. Dengan kata lain, hawa mengingini
kebijaksanaan tersebut datang dari dirinya sendiri dan bagi dirinya sendiri.
Allah disingkirkan sama sekali dari kehidupannya. Hawa membandingkan apa yang tidak dimilikinya dan apa
yang dimiliki Allah. Jadi ia mengambil kesimpulan bahwa Allah telah menipunya,
dan Allah begitu jahat karena tidak memberikan kebijaksanaan itu kepadanya.
Yang terjadi selanjutnya adalah penghukuman Allah karena
manusia telah melanggar perintah-Nya.
Jadi, inilah pesannya: Menjadi orang
lain dan bukan diri sendiri adalah pelanggaran terhadap ketetapan Allah.
Mengapa begitu? Izinkan saya menjelaskannya. Kita diciptakan Allah secara
khusus dan unik. Ia memilih Ayah dan Ibu kita untuk menghasilkan kombinasi gen
yang akan membuat kita memiliki kepribadian, temperamen, dan bentuk jasmani
yang seperti kita miliki saat ini. Jika Allah memilih untuk membuat rupa kita
seperti Bratt Pitt, Ia akan melakukannya. Jika Ia ingin kita memiliki talenta
seperti Pasha Ungu, Ia akan memberikannya. Tetapi jika faktanya sekarang ini
anda dan saya tidak memiliki itu semua, itu bukan karena Allah terlalu pelit
atau jahat. Tetapi justru karena Ia memandang hal itu baik di mata-Nya. Itu
berarti kita memiliki bakat, karunia, dan banyak hal lainnya yang tidak
dimiliki Brat Pitt maupun Pasha.
Berusaha menjadi seperti orang lain hanya akan membuat kita tidak
memperhatikan potensi-potensi yang ada pada diri kita. Kita akan membuang energi dan emosi kita hanya untuk menjadi fotocopy orang lain.
Kita akan cenderung menganggap rendah diri kita dan melebihkan kemampuan orang
lain. Dan yang terburuk, kita tidak akan pernah menjadi diri kita yang
sebenarnya sebagaimana Allah menciptakan kita. Dan itu adalah dosa.
Allah memiliki rencana yang khusus dalam hidup kita dan hanya kita yang
dapat memenuhinya. Seperti yang pernah dikatakan Joel Osteen, “ Tidak
dibutuhkan persetujuan orang lain supaya impian-impian kita terwujud.” Dan ia
memang benar. Tidak semua orang akan setuju dengan apa yang kita impikan,
tetapi yakinlah bahwa kita memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
membuat mimpi kita terwujud. Kita memiliki talenta, bakat, karunia, dan sumber
daya yang tidak dimiliki orang lain. Kita tidak harus sama dengan mereka karena
kita benar-benar diciptakan hanya untuk menjadi diri kita sendiri.
Bukankah hal ini membawa kelegaan dalam hati kita yang galau? Kita tidak
perlu harus merasa terpaksa menjalani kehidupan orang lain. Jangan salah
mengerti maksud saya. Belajar dari orang lain tentang hal-hal yang baik adalah
perlu dan sangat bermanfaat bagi kehidupan kita nantinya. Tetapi kita tidak
diharuskan untuk benar-benar meniru cara kerja mereka, memiliki bakat mereka,
berbicara dengan gaya mereka, atau memiliki gaya hidup seperti mereka. Intinya,
benar-benar menjadi copy-an diri mereka. Hal itu benar-benar melelahkan dan
membuang-buang energi.
Saya pernah membaca suatu kutipan yang berbunyi seperti ini, “Jika kita
adalah fotocopy orang lain, kita akan menjadi yang terbaik tetapi selalu nomor
dua.” Itu berarti kita tidak pernah akan benar-benar mengalami berkat yang
disediakan pencipta bagi kita. Kita akan selalu hidup dalam bayang-bayang orang
lain.
Jadi saudaraku, jika saat ini anda mengalami apa yang saya alami, ada
suara-suara yang mengatakan bahwa kita tidak layak, kita tidak akan berhasil,
kita tidak memiliki apapun untuk berhasil, jangan percaya! Itu perkataan Setan.
Seperti yang dilakukannya terhadap Hawa, itu juga yang dilakukannya terhadap anda dan saya. Setan akan berupaya supaya kita berfokus
pada orang lain sehingga kita lupa dengan diri kita sendiri. Dia akan membuat
kita melihat kemampuan orang lain dan membandingkannya dengan apa yang tidak
kita miliki, bukan apa yang kita miliki.
Sahabat-sahabatku yang baik hatinya, eh…kok malah jadi kayak om Mario Teguh
ya? Hahahahahahahaha…….Setan akan selalu menipu kita karena ia tidak ingin kita
berhasil. Jika ia berkata, “Kamu tidak akan pernah berhasil!” Jangan percaya!
Tetapi percayalah pada apa yang dikatakan Allah, “ Kamu lebih dari pemenang.”
Jika Setan berkata, “Kau tidak ada apa-apanya!” Ingatlah apa yang di katakan
Allah, “ Jika Aku dipihakmu, siapa yang dapat melawanmu?”
Dan, kalau ia berang dan berkata,
“Aku akan mengambil nyawamu!” Berpalinglah pada Allah dan dengarkan apa yang Ia
katakan, “Tidak ada yang dapat memisahkanmu dari kasih-Ku.” Sebelum Setan lebih
cerewet lagi, katakanlah dengan penuh keberanian, “Enyahlah Setan!” maka ia
akan lari daripadamu.
Well, sore itu ketika saya menyadari akan kebenaran ini saya berkata, “
Jiwaku, mengapa kau mendengarkannya? Dia berusaha menipumu tetapi Allah datang
menolongmu. Ia ingin engkau berkecil hati dan kehilangan semangat juangmu.
Tetapi percayalah, itu semua omong kosong. Aku akan berhasil karena Allah ada
bersamaku. Aku bisa hidup benar karena Kebenaran ada di dalamku. Dan yang lebih
penting, aku memiliki segalanya di dalam Kristus Yesus. Ajaib memang, suara itu
tidak lagi memiliki kuasa atas pikiran-pikiranku. Sebelumnya terasa sesak,
tetapi sekarang lega dan terbebas.
Tetapi anda dan saya harus tetap waspada. Kemungkinan suara itu akan datang
lagi. Tetapi kita sudah tahu cara kerjanya – kata-kata yang menipu. Dan jika ia datang, tenanglah, pasti caranya
telah dijelaskan dalam Alkitab –panduan
hidup kita – dan pilihlah Suara Kebenaran itu daripada kebohongan yang
dilontarkannya. Ahh…jadi ingat kalimat dalam lagunya
Casting Crown, “I will choose to listen and believe the voice of Truth.”