Selasa, 25 Maret 2014

Menjadi Seperti …!!!

Saya sedang menyapu halaman rumah suatu sore ketika tiba-tiba sebuah pemikiran - yang saya tidak tahu dari mana asalnya – memenuhi pikiran saya. “ Mengapa orang lain begitu mudahnya memulai suatu usaha sedangkan saya harus melewati berbagai hal yang sulit terlebih dulu?” Begitulah suara itu berbisik. Semakin aku memikirkannya semakin lantang suara itu. “ Coba lihat temanmu yang satu itu, tidak pernah melakukan suatu hal dengan baik tetapi sekarang dia malah lebih berhasil darimu.” Kata suara itu. “Coba kau perhatikan si anu, tak perlu bersusah payah, keberuntungan mendekati dirinya. Lihatlah si brengsek yang di sana, tak pernah menganggap orang lain berharga tapi toh hidupnya begitu mapan, berlimpah-limpah, apa pun yang dia inginkan semuanya terpenuhi. Dia punya ini, itu, pokoknya kau sebutkan saja. Apa yang tidak ada padanya?” Ia mulai jadi cerewet. Akhirnya, ia mengeluarkan senjata pamungkasnya, “ Sedangkan kamu? Jadi orang jujur, dipersulit. Sudah bekerja keras, tidak dihargai. Kau punya ide-ide yang brilliant, huuh…dianggap sinting. Apa masih mau bertahan dengan semuanya ini? Mungkin saja ‘kan DIA sudah menipumu!”
            Rasa sesak memenuhi dadaku. Amarah mulai menumpuk di kepalaku. Saya mulai mengayunkan sapu yang ku pegang dengan tenaga yang lebih dari seharusnya. Saya merasa tidak berarti dan merasa lelah. “ Lepaskan saja apa yang sudah kau lakukan selama ini. Mengapa tidak jadi seperti mereka saja?” Suara itu terus membuatku merasa terpuruk dan hancur. Kemudian, sesaat saya ingin mengasihani diri sendiri, tiba-tiba suara yang lain, lebih lembut dari suara yang pertama, membisikkan kalimat yang sudah pernah saya dengar sebelumnya, “dan kamu akan menjadi seperti Allah,” Mataku terbuka dan menjadi sadar sepenuhnya. Ya, tentu saja! Suara yang pertama itu bukanlah pikiranku sendiri, tetapi pikiran-pikiran yang sengaja diarahkan musuh padaku. Suara pertama itu menggunakan cara yang sama dengan cara yang pernah ia gunakan pada awal kehidupan. Ia sedang mengarahkanku untuk menjadi seperti orang lain, bukan menjadi sebagaimana diriku diciptakan. Lihatlah pada apa yang dilakukannya terhadap Hawa.
“Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?" Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati." Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat." Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya. Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.” Kejadian 3: 1-7
            Ular berkata pada Hawa bahwa jika ia memakan buah yang dilarang Allah, maka ia akan menjadi seperti Allah. Inilah yang suara pertama itu ingin sampaikan pada saya, bahwa saya seharusnya menjadi orang lain bukan menjadi diriku sendiri. Biarkan saya menjelaskannya. Allah tidak pernah bermaksud menciptakan manusia untuk menggantikan-Nya. Manusia adalah manusia dan Allah adalah Allah. Manusia tidak akan pernah menjadi seperti Allah yang Mahakuasa, Mahakudus, Mahahadir, dan Mahatahu.
            Allah menginginkan supaya apa yang akan manusia ketahui nantinya adalah berasal daripada-Nya. Allah menginginkan supaya manusia dapat bersekutu dengan-Nya supaya demikian manusia dapat menjadi makhluk sebagaimana mereka dimaksudkan – segambar dan serupa dengan-Nya. Itu tidak pernah dimaksudkan bahwa manusia akan benar-benar menjadi Allah sebagaimana yang dikatakan oleh si Ular. Manusia tidak akan pernah benar-benar menjadi mahatahu karena manusia tidak dapat melihat masa depan. Manusia tidak akan pernah menjadi mahakudus karena dengan ketidak-mahatahuannya manusia pasti akan berbuat kesalahan. Manusia tidak akan pernah menjadi mahakuasa karena mereka adalah ciptaan bukan pencipta. Dan manusia tidak akan pernah menjadi mahahadir karena mereka dibatasi dengan dimensi waktu.
            Hasrat untuk menjadi seperti orang lain ternyata bukan hanya terjadi pada dunia modern. Tetapi sudah ada sejak awal mula kehidupan di bumi ini. Mari kita perhatikan apa yang dilakukan Hawa.
“Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.” Ayat 6.
Hawa ingin menjadi seperti Allah. Ia menginginkan apa yang dimiliki Allah – pengertian. Terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menuliskannya dengan tepat, “Dan ia berpikir alangkah baiknya jika dia menjadi arif.Hawa ingin menjadi arif atau bijaksana bukan karena Allah yang mengajarkannya hal apa yang akan menjadikannya bijaksana dan hal apa yang tidak. Tetapi ia ingin menjadi arif semata-mata dari dirinya sendiri. Dengan kata lain, hawa mengingini kebijaksanaan tersebut datang dari dirinya sendiri dan bagi dirinya sendiri. Allah disingkirkan sama sekali dari kehidupannya. Hawa membandingkan apa yang tidak dimilikinya dan apa yang dimiliki Allah. Jadi ia mengambil kesimpulan bahwa Allah telah menipunya, dan Allah begitu jahat karena tidak memberikan kebijaksanaan itu kepadanya. Yang terjadi selanjutnya adalah penghukuman Allah karena manusia telah melanggar perintah-Nya.
Jadi, inilah pesannya: Menjadi orang lain dan bukan diri sendiri adalah pelanggaran terhadap ketetapan Allah. Mengapa begitu? Izinkan saya menjelaskannya. Kita diciptakan Allah secara khusus dan unik. Ia memilih Ayah dan Ibu kita untuk menghasilkan kombinasi gen yang akan membuat kita memiliki kepribadian, temperamen, dan bentuk jasmani yang seperti kita miliki saat ini. Jika Allah memilih untuk membuat rupa kita seperti Bratt Pitt, Ia akan melakukannya. Jika Ia ingin kita memiliki talenta seperti Pasha Ungu, Ia akan memberikannya. Tetapi jika faktanya sekarang ini anda dan saya tidak memiliki itu semua, itu bukan karena Allah terlalu pelit atau jahat. Tetapi justru karena Ia memandang hal itu baik di mata-Nya. Itu berarti kita memiliki bakat, karunia, dan banyak hal lainnya yang tidak dimiliki Brat Pitt maupun Pasha.
Berusaha menjadi seperti orang lain hanya akan membuat kita tidak memperhatikan potensi-potensi yang ada pada diri kita. Kita akan membuang energi dan emosi kita hanya untuk menjadi fotocopy orang lain. Kita akan cenderung menganggap rendah diri kita dan melebihkan kemampuan orang lain. Dan yang terburuk, kita tidak akan pernah menjadi diri kita yang sebenarnya sebagaimana Allah menciptakan kita. Dan itu adalah dosa.
Allah memiliki rencana yang khusus dalam hidup kita dan hanya kita yang dapat memenuhinya. Seperti yang pernah dikatakan Joel Osteen, “ Tidak dibutuhkan persetujuan orang lain supaya impian-impian kita terwujud.” Dan ia memang benar. Tidak semua orang akan setuju dengan apa yang kita impikan, tetapi yakinlah bahwa kita memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan untuk membuat mimpi kita terwujud. Kita memiliki talenta, bakat, karunia, dan sumber daya yang tidak dimiliki orang lain. Kita tidak harus sama dengan mereka karena kita benar-benar diciptakan hanya untuk menjadi diri kita sendiri.
Bukankah hal ini membawa kelegaan dalam hati kita yang galau? Kita tidak perlu harus merasa terpaksa menjalani kehidupan orang lain. Jangan salah mengerti maksud saya. Belajar dari orang lain tentang hal-hal yang baik adalah perlu dan sangat bermanfaat bagi kehidupan kita nantinya. Tetapi kita tidak diharuskan untuk benar-benar meniru cara kerja mereka, memiliki bakat mereka, berbicara dengan gaya mereka, atau memiliki gaya hidup seperti mereka. Intinya, benar-benar menjadi copy-an diri mereka. Hal itu benar-benar melelahkan dan membuang-buang energi.
Saya pernah membaca suatu kutipan yang berbunyi seperti ini, “Jika kita adalah fotocopy orang lain, kita akan menjadi yang terbaik tetapi selalu nomor dua.” Itu berarti kita tidak pernah akan benar-benar mengalami berkat yang disediakan pencipta bagi kita. Kita akan selalu hidup dalam bayang-bayang orang lain.
Jadi saudaraku, jika saat ini anda mengalami apa yang saya alami, ada suara-suara yang mengatakan bahwa kita tidak layak, kita tidak akan berhasil, kita tidak memiliki apapun untuk berhasil, jangan percaya! Itu perkataan Setan. Seperti yang dilakukannya terhadap Hawa, itu juga yang dilakukannya terhadap anda dan saya. Setan akan berupaya supaya kita berfokus pada orang lain sehingga kita lupa dengan diri kita sendiri. Dia akan membuat kita melihat kemampuan orang lain dan membandingkannya dengan apa yang tidak kita miliki, bukan apa yang kita miliki.
Sahabat-sahabatku yang baik hatinya, eh…kok malah jadi kayak om Mario Teguh ya? Hahahahahahahaha…….Setan akan selalu menipu kita karena ia tidak ingin kita berhasil. Jika ia berkata, “Kamu tidak akan pernah berhasil!” Jangan percaya! Tetapi percayalah pada apa yang dikatakan Allah, “ Kamu lebih dari pemenang.” Jika Setan berkata, “Kau tidak ada apa-apanya!” Ingatlah apa yang di katakan Allah, “ Jika Aku dipihakmu, siapa yang dapat melawanmu?” Dan, kalau ia berang dan berkata, “Aku akan mengambil nyawamu!” Berpalinglah pada Allah dan dengarkan apa yang Ia katakan, “Tidak ada yang dapat memisahkanmu dari kasih-Ku.” Sebelum Setan lebih cerewet lagi, katakanlah dengan penuh keberanian, “Enyahlah Setan!” maka ia akan lari daripadamu.
Well, sore itu ketika saya menyadari akan kebenaran ini saya berkata, “ Jiwaku, mengapa kau mendengarkannya? Dia berusaha menipumu tetapi Allah datang menolongmu. Ia ingin engkau berkecil hati dan kehilangan semangat juangmu. Tetapi percayalah, itu semua omong kosong. Aku akan berhasil karena Allah ada bersamaku. Aku bisa hidup benar karena Kebenaran ada di dalamku. Dan yang lebih penting, aku memiliki segalanya di dalam Kristus Yesus. Ajaib memang, suara itu tidak lagi memiliki kuasa atas pikiran-pikiranku. Sebelumnya terasa sesak, tetapi sekarang lega dan terbebas.

Tetapi anda dan saya harus tetap waspada. Kemungkinan suara itu akan datang lagi. Tetapi kita sudah tahu cara kerjanya – kata-kata yang menipu. Dan jika ia datang, tenanglah, pasti caranya telah dijelaskan dalam Alkitab –panduan hidup kita – dan pilihlah Suara Kebenaran itu daripada kebohongan yang dilontarkannya. Ahh…jadi ingat kalimat dalam lagunya Casting Crown, “I will choose to listen and believe the voice of Truth.”